Jumat, 18 Juni 2010

Petualangan Giselle, Peri Bersayap Satu

Giselle tinggal di negeri FairyLand, negeri para peri. Giselle termasuk salah satu peri yang tidak normal. Karena dia hanya memiliki satu sayap. Seperti yang kalian tahu, peri-peri pada umumnya memiliki sesapang sayap, yaitu dua sayap. Kalau ini hanya satu sayap. Giselle adalah peri yang sabar dan mudah putus asa.

Pada suatu hari, Giselle datang ke istana Ratu. Dia berharap Ratu bisa memberinya sepasang sayap. “Tolong beri saya sepasang sayap Ratu..., saya termasuk peri yang tidak normal disini,”, pinta Giselle. “Kau meminta sayap padaku? Ah, itu hal yang konyol! Tapi tenang saja..., kau akan mendapatkan sepasang sayap apabila menemukan mutiara-ku yang telah bertahun-tahun lamanya hilang,”, Ratu memberi syarat.

“Jadi itu, ya? Tidak masalah! Apapun akan aku lakukan demi mendapatkan sayap,”, kata Giselle pe-de. “Baiklah! Kau bisa memulai mencari mutiara itu sekarang. Batasnya adalah tiga hari. Jika kau tidak bisa menemukannya dalam waktu tidak hari, maka aku takkan memberimu sayap...”, kata Ratu. “Astaga...”, gumam Giselle.

Dia lalu segera berjalan, dan mulai mencari mutiara itu. “Kebanyakan benda-benda yang hilang di FairyLand ada di LostLand. Mungkin aku bisa mencarinya disana...”, gumam Giselle. Giselle lalu berjalan menuju ke LostLand. Sampai di LostLand, Giselle kebingungan harus memulai darimana.

Giselle berkacak pinggang. “Lebih baik aku memulainya dari sini saja,”, gumam Giselle dalam hati. Tapi, semua sudut telah diperiksa dengan teliti. Namun di semua sudut pula, mutiara Ratu yang berkilau bagai cahaya itu belum ditemukan juga. Giselle kebingungan.

Tak lama kemudian, Giselle mendapatkan sebuah ide. Bagaimana kalau aku akan mencarinya di rumah si pencuri FairyLand, Domine, pikir Giselle. Giselle lalu memutar badan, dan segera berjalan menuju negeri tempat tinggalnya. “Hei, mau kemana, kau?”, tanya seorang peri lelaki menghalangi.

“Eeee.... mmm..... boleh kita berkenalan? Namaku Giselle, dari negeri FairyLand,”, kata Giselle. “Giselle? Aku King-Lee, kau boleh memanggilku King,”, kata King. “Lee? Namamu mirip anak perempuan,”, ledek Giselle. “Hahaha.... Dan kau juga hanya memiliki satu sayap,”, balas King.

“Ya... begitulah. Dah..., aku harus pergi sekarang!”, ujar Giselle. “Mau kemana kau?”, tanya King. “Ah, sudahlah! Jangan ganggu aku! Aku mau mencari mutiara Ratu supaya aku memiliki sepasang sayap,”, kata Giselle, lagu pergi.

Dalam perjalanannya, Giselle bertemu lagi dengan seorang peri. Tapi kini, peri itu perempuan. Dia bernama Dahlia. “Hai..., mau kemana, kau?”, Dahlia mengajukan pertanyaan yang sama. “Aku mau mencari mutiara Ratu supaya aku memiliki sepasang sayap,”, Giselle menjawab.

“Aku Dahlia, peri dari LostLand. Boleh aku membantumu?”, tanya Dahlia. Giselle berpikir sejenak, lalu mengangguk mantap, “Ya! Aku mengijinkanmu!”, ujar Giselle. Dahlia lalu berjalan disamping Giselle. “Omong-omong...., siapa namamu? Apakah kau dari FairyLand?”, tanya Dahlia saat berjalan. “Aku Giselle. Aku dari FairyLand,”, kata Giselle.

Setelah agak lama berjalan, mereka pun sampai di negeri FairyLand. “Aku mau ke rumah Domine dulu, si peri pencuri di negeri-ku,”, kata Giselle. “Ok! Ide yang bagus untuk menumukan mutiara. Tapi bolehkan aku yang menyelinap masuk? Kata teman-teman, aku termasuk peri yang lincah, lho!”, pamer Dahlia.

“Siiip, aku mengandalkanmu,”, Giselle mengacungkan jempol. Buru-buru Dahlia langsung menyelinap masuk ke rumah Domine yang besar dan megah, tapi rumah itu haram. “Aku tidak menemukannya, Giselle. Maaf, sungguh,”, kata Dahlia setelah agak lama mencari.

“Astaga...., kapan lagi aku harus mencari?”, gumam Giselle.

Hari kedua, Giselle dan Dahlia memeriksa seluruh FairyLand, namun tidak juga ditemukan. Hingga akhirnya, hari ketiga pun tiba.

“Astaga...., ini benar-benar gawat!”, ujar Giselle. “Seluruh kerja keras kita tak ada hasilnya, Selle! Semua ini telah sia-sia...”, kata Dahlia. “Aku menyerah Ratu, sungguh aku menyerah,”, Giselle berbicara pada dirinya sendiri.

Giselle dan Dahlia pun pergi ke istana Ratu. “Maafkan aku Ratu, aku tak berhasil menemukannya, tapi aku mohon, beri aku sekali lagi...”, pinta Giselle penuh harap. “Aku minta maaf, nasi sudah menjadi bubur, Selle!”, kata Ratu. Ratu lalu bangkit dari kursinya.

Raut wajah Giselle terlihat amat sedih. "Saya sudah berusaha semampu saya. Tolong hargai semua pengorbanan saya, Ratu...", Giselle hampir menangis. "Aku kan sudah katakan, Giselle, nasi sudah mencadi bubur. Semuanya sudah terlambat,", kata Ratu Peri.

"Kumohon, Ratu... Hargai semua yang telah aku lakukan. Semuanya telah aku lakukan se-maximal mungkin...", pinta Giselle penuh harap. Ratu mencibir. "Iya, Ratu..., kan kasihan dia, sudah berusaha se-maximal mungkin. Semua itu perlu dihargai, bukan?", bela Dahlia.

Ratu berpikir sejenak. "Baik, baiklah. Akan kuberi waktu kau satu hari lagi. Tapi, sehari hanyalah sehari. Dan janganlah kau lakukan lebih dari itu,", kata Ratu. Giselle melotot. "Astaga,", batinnya. "Tidak apa-apa, Giselle... ini kan sebuah kesempatan,", kata Dahlia.

Giselle menggandeng tangan Dahlia, dan mengajak nya keluar dari istana. "Astaga, ini benar-benar, Lia! Keterlaluan!", seru Giselle marah. "Bersabarlah dulu, Selle... aku yakin kok, kalau kau pasti bisa menghadapinya dalam waktu yang sangat singkat. Percayalah,", kata Dahlia.

"Yah.... kau ini memang payah! Kau membela Ratu!", seru Giselle. "Selle, tenang dulu... kendalikan amarahmu....", Dahlia berusaha menenangkan. "Meski tidak tahu, meski tak terlihat, aku selalu mendukungmu, Selle! Aku bahkan berharap kau bisa menjadi teman sejatiku,", cerita Dahlia.

Giselle terkejut. "Benarkah itu?!", tanyanya, sambil menaikkan sebelah alis. "Tentu, sudah, sekarang kita istirahat dulu. Besok, kita memulai perjalanan lagi. Istirahatlah yang cukup, supaya besok tidak kecapai-an, ya,", pesan Dahlia. Giselle mengangguk.

Tapi dia tiba-tiba berkata; "Ratu menyuruh kita mencarinya besok atau hari ini?!" "Ah..., jangan dipikirkan. Nanti biar aku yang bilang,", kata Dahlia. "Oh," "Omong-omong..., boleh aku menginap disini untuk sementara waktu?", tanya Dahlia.

"Tentu. Kapan saja boleh,", Giselle memperbolehkan. Giselle dan Dahlia pun menuju ke rumah Giselle untuk beristirahat.

Namun, disaat tidur, Dahlia merasakan ada keanehan. Di punggung-nya, seperti ada benda bulat yang mengganjal. "Inikah mutiaranya?", batin Dahlia. Di tengah Giselle yang tertidur pulas, Dahlia mengambil benda itu perlahan, pelan-pelan..., supaya Giselle tidak mengetahuinya.

Dan ternyata tidak jauh diluar dugaan. Itu adalah mutiara! Mutiara itu ada di bawah sprei Giselle. Buru-buru Dahlia membangunkan Giselle. "Jadi, selama ini, kau-lah yang mutiara Ratu?", tanya Dahlia sambil menunjukkan mutiara itu kepada Giselle. "Hah? Siapa yang bilang? Itu fitnah!", seru Giselle.

"Mengakulah, Selle, mengakulah,", kata Dahlia. "Hah?! B-bukan aku Dahlia, sungguh...", kata Giselle jujur. "Tak pernah terbayang di benakku. Teman baik-ku lah yang telah mencuri mutiara Ratu,", kata Dahlia sedih. "Kau percaya denganku, tidak?!", seru Giselle.

Hari itu juga, Giselle langsung menuju ke istana. Ratu memanggil semua rakyat untuk berkumpul. "Inilah dia, Giselle, yang berhasil menenukan mutiaraku yang bertahun-tahun hilang,", kata Ratu. Semua bertepuk tangan. Tapi, tiba-tiba Dahlia datang.

"Tunggu!" semua menoleh. "Giselle-lah yang telah mencuri mutiara Ratu selama ini!", serunya. "Hah? Grrhhh!!!!", para rakyat yang awalnya bangga, kini menjadi marah. "O-ow, bukan aku Ratu, sungguh, mana mungkin aku mencuri mutiara Ratu? Aku juga tak pernah masuk ke kamar Ratu, kan?", Giselle membela diri.

Ratu berkata; "Aku percaya dengan Giselle,", katanya. "Hah?!", semuanya menoleh. "Aku yakin, bukan Giselle pencuri-nya. Melainkan Domine! Mungkin Domine telah menaruh mutiara itu dirumah Giselle, dan dia tidak mau disalahkan!", ujar Ratu membela. "Benar! Itu benar, Ratu!", seru Giselle.

"O-ow,", pipi Dahlia memerah. Akhirnya, Ratu pun menyuruh para pengawal untuk membawa Domine ke istana. Setelah di istana, akhirnya Domine pun mau mengaku. Domine pun di hukum penjara 1,5 tahun oleh Ratu.

Ratu lalu menuju ke rumah Giselle. "Untukmu, jangan suka menuduh orang, Dahlia. Dan untukmu, aku berikan mahkota ini sebagai penghargaan untukmu,", kata Ratu, lalu pergi. "Wow! Mahkota-nya indah sekali, Giselle! Sangat gemerlapan!", puji Dahlia. "Hehehe... siapa dulu?", canda Giselle.

Tak lama kemudian, dari mahkota itu, keluar cahaya-cahaya yang aneh. Lalu, cahaya itu berkumpul menjadi satu di punggung Giselle, dan, menjadi sayap. "Wow! Sekarang, cobalah!", ujar Dahlia. Giselle pun mencoba untuk terbang. "Hahaha... aku terbang! Aku terbang!", serunya girang. Dahlia pun menyusul Giselle.

"Aku minta maaf, Giselle, maafkan aku, ya yang sudah memfitnah-mu. Sekarang, aku harus pergi ke LostLand,", kata Dahlia, lalu melambaikan tangan. Giselle ikut melambai-lambai. Tak lama dari itu, Dahlia lenyap dari pandangan.

"Terima kasih, Kawan...", kata Giselle pelan, sambil terus menatapi arah menuju LostLand.

2 komentar: