Senin, 14 Juni 2010

Dosa Menjadi Hukuman

Di sebuah desa, tinggal seorang anak laki-laki yang bernama Poffy. Rumahnya terbuat dari anyaman. Orang tuanya bekerja sebagai kuli bangunan dan penjahit kecil. Ayahnya bekerja sebagai kuli bagunan, dan Ibunya bekerja sebagai penjahit kecil yang penghasilannya pas-pasan. Begitu pula dengan Ayah Poffy, penghasilannya juga pas-pasan.

Poffy dan keluarganya termasuk golongan orang miskin. Tidak mempunyai motor, hanya dua sepeda onthel yang sudah berkarat, dan yang satunya lagi ban-nya sering sekali bocor. Mereka susah mencari makan. Kadang, sehari makan hanya sekali saja. Itu pun hanya nasi, sambal, dan kerupuk. Untuk membayar perlengkapan Poffy sekolah saja sulit. Maka dari itu, Poffy selalu menabung dan menyisihkan uang-nya.

Pada suatu hari, sekolah Poffy akan mengadakan piknik bersama. Semuanya mampu membayar. Hanya saja Poffy, dia tidak bisa mengikuti piknik bersama teman-temannya. Semuanya bangga, hanya Poffy yang merasa sedih.

"Jangan bersedih, Poff, kamu juga tahu sendiri, kan, penghasilan kita itu pas-pasan. Mencari makan dan membeli perlengkapan sekolahmu saja sudah sulit. Apalagi untuk membayar piknik, yang harus iuran sebesar Rp. 150.000,-. Itu sudah sangat sulit...”, kata Ibu suatu saat.

“Bagaimana Poffy bisa tidak sedih, Bu? Semua teman-teman sudah bercerita apa saja yang akan mereka bawa, dan semua sudah bercerita bagaimana mereka disana nanti, apa saja yang akan mereka lakukan, dan....”, Poffy menatap Ibunya. “Ini sungguh tidak mungkin, apapun yang terjadi, Ibu harus tetap usahakan,”, kata Poffy.

“Kamu sudah tahu sendiri, kan, Poff? Ibu sudah berusaha,”, kata Ibu. Poffy lalu bangkit dari kursinya, dan masuk ke dalam kamar. Dipha, adiknya, lalu masuk ke kamarnya. Kamar Dipha memang satu kamar dengan kamar Poffy. Kasur pun juga untuk bersama. Kadang, mereka juga sering tidur diatas lantai tanpa alas, bahkan karpet sekalipun.

Kasurnya juga sudah hampir rusak. Banyak kapuk-kapuk yang keluar dari kasur itu. Dipha duduk disamping Poffy. “Tenang saja, Kak, Kakak akan tetap ada temannya, kok!”, hibur Dipha. “Maksudmu kamu, kan?”, tebak Poffy. “Ya,”, kata Dipha seraya menganggukkan kepala.

Poffy mengambil cermin, lalu bercermin pada cermin itu. “Siapakah diriku sebenarnya ini? Aku tidak bukan siapa-siapa. Tapi teman-teman bilang aku bukan siapa-siapa. Aku ini orang, orang yang bertaqwa dan beriman kepada Allah SWT...”, pikir Poffy.

Poffy lalu meletakkan cerminnya, dan bertanya kepada Dipha; “Menurutmu, siapakah aku ini sebenarnya?”, begitu, tanya Poffy. “Kakak? Kakak ya orang la.... Masa’ kakak tumbuhan? Kakak benar-benar aneh!”, ujar Dipha. “Bukan begitu..., menurut Dipha, sifat Kakak dimata Dipha itu bagaimana?”

Dipha tampak sedang berpikir. “Kakak itu... bagaimana, ya?”, gumam Dipha. “Ayolah, jujur saja. Jujur.”, kata Poffy. “Ok, jujur, ya? Kalau jujur.... Kakak itu orang yang mudah putus asa, dan kurang memiliki semangat. Berangkat sekolah bersemangat, sampai disekolah, setelah diledek temannya, semangatnya selalu hilang, ya, begitu,”, jawab Dipha jujur. "Kamu jujur?", tanya Poffy. Dipha mengangguk.

Keesokan harinya....

Poffy dan Dipha berangkat sekolah dengan semangat. Mereka berangkat menaiki sepeda onthel yang berkarat. Poffy didepan, dan Dipha dibelakang. Ya, mereka berboncengan setiap berangkat dan pulang sekolah.

Sesampainya di sekolah, "Hai... Diph, selamat pagi!", sapa Dini, salah satu teman Dipha. "Pagi, Dini! Minggu depan, kamu ikut piknik, tidak?", tanya Dipha. "Pasti dong...!!! Kamu memangnya nggak ikut?", tanya Dini. "Eh..." "Udah, jujur aja sama aku. Tenang aja, nggak akan kubilangin kesiapa-siapa, kok!", kata Dini. "Begini... sebenarnya.... tidak. Orangtuaku tidak mampu membayar. Tapi jangan diejek, ya!", kata Dipha.

"Ah, enggak, kok! Lagian, ngapain ngejek teman? Itu kan, dosa. Yuk, kita ke kelas!", ajak Dini. "Yuk!", Dipha mengangguk.

Sementara itu, Poffy dengan teman-temannya yang nakal sudah menaruh tas, dan mereka segera bermain.

"Hei, Poff! Gimana, kamu jadi, nggak, ikut piknik besok minggu depan?!", tanya 'Adin setengah berseru. Poffy terdiam. "Weleh weleh.... pasti kamu nggak ikut, kan? Sudah ketahuan, lho! Dari mimik wajah kamu itu. Kamu pikir kami nggak tahu, ya?!", ujar Dodo. "Ya, kamu pikir kami nggak tahu?!", 'Adin ikut-ikutan.

Dick berseru; "Kamu itu nggak pantas sekolah disini, tau'! Lihat, tuh, kamu itu anak termiskin di sekolah! Coba tanyakan semua, punya kendaraan motor, nggak, teman-teman?!" Poffy terdiam, menahan amarah. "Iya... cuma kamu, tuh, yang nggak punya motor!", tambah Dodo. "Gggrrrhhh!!!! Akan kulaporkan kalian semua pada Pak Guru!", marah Poffy, lalu segera berjalan menuju ke ruang guru.

Hahahaha.... ketiga teman Poffy yang nakal-nakal itu malah terbahak. Terbahak mendengar ucapan Poffy. "Huh! Dasar cengeng!", ledek 'Adin. "Iya! Anak laki kok, cengeng?!", Dick menambahkan.

Sampai di ruang guru, Poffy langsung melaporkan itu pada Pak Didi, kepala sekolah Sekolah Dasar itu.

Setelah dilaporkan, Pak Didi dan Poffy langsung berjalan menghampiri anak-anak nakal itu. "Heh, kamu, kamu, kamu, sini!", seru Pak Didi. "Ada apa, Pak?", tubuh Dick mulai merinding ketakutan. "Apakah benar kalian mengejek Poffy yang tidak baik?!", seru Pak Didi.

"Eee.... tidak. Siapa yang bilang begitu?", Dodo membela diri. "Iya, Pak! Iya! Mereka mengejekku, Pak!” “Enggak, Pak! Enggak!”. Mereka saling tunjuk menunjuk, akan tetapi Pak Didi tetap mempercayai Poffy.

“Anak-anak…. dengar, ya, dosa itu bisa menjadi hukuman. Bagaimana caranya? Saat di akhirat nanti, dosa dan pahala kalian akan diperhutingkan. Lalu, kalau kalian banyak dosanya, kalian akan masuk ke neraka. Kalau kalian masuk ke neraka, banyak sekali hukuman disana. Yang paling ringan, ya, yang paling ringan, terkena api yang panasnya 10x lipat api di dunia. Serem banget? Iya, betul itu. Itu betul. Jadi, kalian mau minta maaf di dunia, atau merasakan akibatnya di akhirat nanti?”, jelas dan tanya Pak Didi.

“Maafkan kami, Poff!”, seru ‘Adin, Dodo, dan Dick serempak. “Ya, maafkan aku juga…”, kata Poffi. Tiga sekawan itu saling mengangguk.

2 komentar:

  1. @Poffy: baik bgt ya... langsung dimaafin...

    BalasHapus
  2. hasnamumtaz.blogspot18 Juni 2010 pukul 19.34

    Hehehe... bagus, kan?!

    BalasHapus